Selasa, 02 Maret 2010

Riset Ilmiah.

Pengetahuan tentang riset ilmiah

Penelitian (riset) dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Penelitian ilmiah digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan; ilmu pengetahuan tidak akan berkembang bila tidak menggunakan riset ilmiah.
Riset ilmiah kepada ilmu pengetahuan:
(1) meng-upgrade
(2) membuat up to date dan canggih
(3) diaplikasi untuk kebutuhan masyarakat

Ilmu pengetahuan berguna bagi riset ilmiah:
(1) masukan untuk memulai proses riset ilmiah baru
(2) tahapan berpikir ilmiah: peneliti mulai dengan
(a) berpikir deduktif, yaitu mencoba berteori terhadap sebuah fakta atau fenomena sosial, melalui interpretasi, dalil, hukum dan teori
(b) hipotesis, dimana berpikir deduktif mengarah pada mencari jawaban logis terhadap masalah/apa yang menjadi perhatian dalam riset, dan jawaban ini merupakan jawaban sementara yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan adanya hubungan antar gejala
(c) pembuktian hipotesa, peneliti melakukan persiapan dengan menyediakan perangkat-perangkat penelitian yang terdiri dari:
i. Metode penelitian: yaitu sebuah proses yang terdiri dari rangkaian tata cara pengumpulan data,
ii. Perekaman data di lapangan
iii. Pengujian-pengujian hipotesis
iv. Proses analisa
v. Membuat kesimpulan-kesimpulan induktif

Suatu penelitian dikatakan ilmiah:
- pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui suatu prosedur yang sistematis dengan mempergunakan pembuktian-pembuktian yang meyakinkan, yaitu :
(a) dengan mengajukan fakta-fakta yang diperoleh secara obyektif dan melalui proses pembuktian
(b) bukti-bukti tersebut didapatkan melalui penelitian yang teliti dan hati-hati

Dalam tulisan ilmiah (hasil riset), merepresentasikan:
- Wawasan dan penguasaan terhadap ilmu
- Pemahaman terhadap sutau persoalan
- Ketajaman pikiran
- Pandangan kritis
- Cara berpikir
- Keterampilan menyampaikan pikiran
- Keterampilan menulis
- Ketepatan pemilihan kata
- Gaya bahasa, dll

Contoh hasil riset
Hasil Riset Ilmuwan Indonesia Miskin Publikasi
Adalah sebuah kebanggaan tersendiri apabila hasil temuan seorang ilmuwan bisa terpampang dalam jurnal ilmiah internasional. Nama-nama seperti Science atau Nature dikenal sebagai jurnal ilmiah bergengsi tingkat dunia yang memuat terobosan-terobosan baru di bidang ilmu pengetahuan. Jurnal-jurnal ini seolah menjadi pengakuan tersendiri di kalangan ilmuwan sebagai tempat unjuk gigi kemampuan mereka. Sedemikian kerasnya "persaingan" dalam dunia sains hingga tidak sembarang penemuan bisa diakui jika tidak dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional. Keberhasilan PPL Therapeutics, sebuah perusahaan bioteknologi asal Inggris dalam melakukan transplantasi organ babi ke manusia agak diragukan kaum ilmuwan dunia. Alasannya cukup sederhana, tim ilmuwan dari Edinburgh tersebut tidak mempublikasikan hasil-hasil temuannya di jurnal ilmiah internasional. Padahal PPL cukup memiliki kredibilitas dalam berbagai riset bioteknologi. Namun lembaga tersebut dipandang sebelah mata oleh ilmuwan lain karena mereka lebih suka mempublikasikan temuannya di surat kabar biasa. Nama ilmuwan Indonesia yang pernah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah tingkat dunia masih bisa dihitung dengan jari. Kelangkaan ini diakui oleh Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Ir. Hatta Radjasa. "Dari sekian banyak Riset Unggulan Terpadu (RUT) yang dibiayai Kementrian Riset dan Teknologi (KRT), belum ada satu pun yang pernah dipublikasikan dalam jurnal ilmuah internasional," ujar Hatta kepada SH di Jakarta, awal pekan ini. Padahal untuk RUT, KRT mengucurkan dana sekitar Rp100 juta untuk satu jenis penelitian. Dalam satu tahun, ada 35 sampai 146 RUT yang dibiayai negara. Untuk tahun ini, ada 90 jenis RUT yang mengajukan proposal dan lolos seleksi untuk mendapatkan dana pemerintah. Terbelakang Apa pasal sehingga tak satu pun temuan ilmuwan Indonesia berhasil menembus jurnal ilmiah internasional? Joko Pitono, penanggung jawab program RUT sekaligus peneliti dari Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI) mengatakan bahwa ada beberapa temuan yang sempat dimuat dalam jurnal ilmiah dunia, namun tidak lebih dari 10 persen. Joko menyebut seorang ilmuwan asal Bandung yang berhasil menemukan teknik peragian tempe pencegah pembusukan. "Dibanding dengan ilmuwan Singapura atau Filipina, jumlah ilmuwan kita yang bisa menembus jurnal ilmiah internasional berada di urutan terbawah," ungkap Joko. "Selain memang kualitas penemuan kita agak tertinggal, kita terbentur masalah dana juga, Untuk bisa dimuat dalam jurnal tersebut kita harus membayar US$ 100 dolar," lanjutnya. Namun pernyataan Joko ini disanggah oleh Prof.Dr. Sangkot Marzuki, seorang ahli biologi molekuler Indonesia yang hasil studinya banyak dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional seperti Human Biology, Journal of Human Genetics, Human Mutation, Neurol dan banyak lagi.. Menurut guru besar Monash University ini, ia tidak pernah membayar sepeser pun agar tulisannya dimuat di jurnal-jurnal tersebut. "Jurnal besar seperti Science atau Nature tak pernah meminta bayaran. Memang ada beberapa jurnal kecil yang meminta bayaran untuk ketersediaan halaman tapi kalau si penulis tidak mampu maka tulisannya tidak akan ditolak hanya kerena tidak ada dana," ungkap Sangkot dalam kesempatan terpisah. Sangkot juga menyebut bahwa Indonesia termasuk negara "terbelakang" dalam penulisan hasil studi di jurnal internasional. Bahkan bisa disejajarkan dengan negara-negara Afrika, yakni sekitar urutan ke-70 dari seluruh negara di dunia. Dibanding dengan Filipina dan Malaysia, Indonesia masih jauh di belakang. Padahal di Amerika Serikat (AS), Jepang atau Singapura setiap tahun terdapat ratusan atau bahkan ribuan tulisan di jurnal ilmiah yang berasal dari ilmuwan setempat. Menurut Joko, kalau pun ada kelebihan temuan ilmuwan lokal yang menembus jurnal ilmiah dunia itu disebabkan oleh kekhasan dari alam Indonesia. Yang dimaksud Joko di sini adalah keragaman hayati alias biodiversitas Indonesia menjadi kelebihan tersendiri sehingga mampu termuat dalam jurnal internasional. "Contohnya, penemuan teknologi peragian tempe itu tadi. Memang tempe sudah dipatenkan oleh Belanda dan Jepang, namun teknik peragiannya dimiliki oleh ilmuwan kita dan sempat menghiasi jurnal ilmiah internasional. Ini disebabkan di negara lain tidak ada penelitian tentang tempe," ujar alumni teknik fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) ini. Selama ini, LIPI dan institusi penelitian lain di Indonesia mengategorikan hasil penelitian menjadi beberapa golongan. Untuk penelitian yang dikatakan bagus akan mendapatkan hak paten. Sedangkan penelitian yang biasa saja namun bisa dimanfaatkan akan diserap oleh industri. Jangankan yang pertama, kategori kedua saja di Indonesia belum mencapai 10 persen. Bahasa Kaku Sementara di mata Hatta Radjasa, sebuah penemuan baru bisa dikatakan sebagai inovasi jika memang sudah masuk pasar atau tersentuh oleh industri. Jika belum maka hanya disebut sebagai penemuan atau inventory. Penemuan inilah yang selayaknya dipublikasikan baik secara nasional maupun internasional. Sebab tanpa publikasi maka sebuah temuan akan sia-sia saja. Dr. Page Morgan, guru besar fisiologi tumbuhan dari Texas A & M University, yang juga penyunting jurnal Plant Physiology, menyatakan bahwa hasil penelitian para ilmuwan harus ditulis dan diterbitkan agar punya makna. Hasil penelitian yang tidak menyebar dalam bentuk tulisan tidak akan bermanfaat karena tidak dapat dinilai dan diakui oleh sesama ilmuwan. Namun, Dr. Morgan tidak hanya mengatakan bahwa hasil penelitian harus ditulis, tetapi, yang lebih penting, ditulis dengan baik. Kelemahan inilah yang dimiliki oleh sebagian besar ilmuwan Indonesia. Dari sekian banyak RUT yang didanai KRT memang sudah diterbitkan dalam bentuk buku berseri dan compact disc (CD). Hanya sayangnya tulisan-tulisan ilmiah tersebut sama sekali tidak komunikatif dan menarik. Seperti teknologi sistem isolasi semi aktif tahan gempa yang dipaparkan Yuskar Lase dari Universitas Indonesia (UI) dalam buku bertajuk Penawaran Teknologi Hasil RUT terbitan KRT tahun 2000. Di sini hanya dipaparkan secara singkat mengenai kategoti teknologi, deskripsi, keuntungan, tenaga ahli dan alih teknologi, tidak lebih dari satu halaman. Hal ini berlaku pula bagi semua hasil RUT yang terdapat dalam buku ini. Disajikan begitu kaku dalam bahasa baku yang tak dimengerti orang awam. Padahal kalangan industri yang diharapkan mau melirik teknologi unggulan ini adalah orang awam. Maka tak heran kalau penelitian di Indonesia masih di bawah standar negara maju. Di negara seperti AS, 60-70 persen anggaran penelitian datang dari swasta, sisanya dari pemerintah. Namun di Indonesia tidak lebih dari 20 persen, sedangkan anggaran dari pemerintah tidak lebih dari 0,18 persen dari pendapatan per kapita. (Sinar Harapan)


Sumber :
http://catatankuliahdigital.blogspot.com/2009/12/pengertian-penelitian-ilmiah-dan-metode.html
http://www.ristek.go.id/?module=News%20News&id=481